Kamis, 20 Desember 2012

Renungan singkat Natal 2012


Tak terasa kita sudah ada di penghujung tahun 2012. Tentu banyak hal yang berkesan dikehidupan baik suka maupun duka di tahun ini. Terlepas dari suka duka itu, biarlah kita bisa tetap bisa mensyukuri itu semua. Natal sebentar lagi, sudahkah kita mengerti arti Natal yang sesungguhnya? Masihkah kita menganggap Natal itu hanya ajang untuk menunjukkan kebolehan kita? Tentu Natal tidak melarang kita untuk mengekspresikan diri kita dihadapan Tuhan, tetapi apakah hanya sampai disitu? Pertanyaan ini biarlah kita jawab sendiri, karena makna Natal tu sendiri adalah kasih. Kita diingatkan kembali tentang berita suka cita kelahiran Sang Juru Selamat Manusia ke dunia, dia lahir begitu sederhananya, dan begitu hinanya. Berbeda dengan sekarang ini, Natal disambut dengan begitu meriahnya, begitu mewahnya dan sangat luar biasa. Sekali lagi sah-sah saja kita melakukan itu, tetapi kembali lagi, apakah kita sudah memaknainya?
Marilah kita dengan hati dan pikiran yang tenang merenung dan mengevaluasi karya Tuhan dalam hidup kita sepanjang tahun ini. Agar di tahun yang akan datang kita bisa lebih baik lagi, lebih diberkati lagi dan semakin menyerahkan hidup hanya pada-Nya, Yaitu Tuhan Yesus Kristus Sang Juru Selamat Manusia.
Selamat Hari Natal 2012 dan Tahun Baru 2013. Tuhan memberkati.

Banten, 21 Desember 2012.
Arifin Gandi Marbun

Kamis, 06 Desember 2012

Profitclicking


Upgrade level untuk member ProfitClicking diperlukan karena sistem Ad Packages atau biasa disebut Posisi (Era JustBeenPaid) menghasilkan bonus $15 setiap Ad Packages yang sudah mature (habis masa aktifnya). Dan ketika itu, Ad Packages yang kita punya sudah tidak menghasilkan profit harian karena sudah dikatakan mature.  Selanjutnya sistem akan secara otomatis mengkonversi Ad Packages tersebut ke PC Panel.
Harap dicatat : Bonus $15 tersebut baru bisa keluar jika Spot / downline sudah terpenuhi. 
Terisinya 6 spot bisa kita upgrade premium (bukan upgrade member)  atau bisa juga dibiarkan saja. Sebab Panel / Matrix tetap akan menghasilkan bonus meskipun dibiarkan. Sistem akan otomatis mengisi spot – spot yang masin kosong. Namun dengan konsekuensi… LAMA.
Intinya, tanpa upgrade level Ad Packages yang mature tidak bakal mendapatkan bonus Matrix / Panel $15…
Kabar baiknya, hari ini ( 21/10/2012 ) sistem upgrade level ProfitClicking sudah diaktifkan… dan hebatnya lagi, untuk biaya upgrade level 1 hanya dikenakan $6 saja. Lebih murah dari Era JBP dulu… Sebab kalau di JBP dulu, upgrade level 1 kita harus mengeluarkan dana sebesar $15.

PENTING !!!

Untuk efisiensi dana yang dikeluarkan, lakukan upgrade ketika Ad Packages kita sudah ada yang mature setidaknya 16 – 20 Ad Pack / Posisi…

TUTORIAL UPGRADE

KLIK DISINI untuk login ke ProfitClicking
Pastikan dana di wallet cukup untuk melakukan Upgrade

Upgrade level 1 = $6

Jika dana masih di Ad Package, silakan pindah dulu ke Wallet


Senin, 20 Agustus 2012

KOROSI

KOROSI

Korosi di defenisikan sebagai disintegrasi dari material yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia dengan lingkungan. Kata korosi diambil dari bahasa latin yaitu “corrodere”, yang artinya “termakan”. Dengan kata yang lebih umum korosi dapat diartikan dengan hilangnya elektron dari metal yang bereaksi dengan air dan oksigen. Korosi akan mengurangi kekuatan metal seiring dengan reaksi oksidasi dari atom metal, atau dikenal sebagai contoh dari electerochemical corrosion. Korosi juga dapat terjadi pada material yang lain selain metal seperti keramik atau polymer.

JENIS-JENIS KOROSI
Berdasarkan pengamatan permasalahan korosi yang paling banyak ditemukan, ada delapan jenis korosi yaitu :
  1. Uniform corrosion
  2. Galvanic corrosion
  3. Crevice corrosion
  4. Pitting corrosion
  5. Intergranular corrosion
  6. Selective Leaching (Dealloying Corrosion)
  7. Erosion Corrosion
  8. Stress-Corrosion Cracking
Korosi uniform pada umumnya tidak dipengaruhi oleh desain komponen dan microstruktur dari material, namun sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan komposisi material, dan pada umumnya berlangsung secara lambat. Sedangkan jenis korosi yang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkingan, komponen dan desain sistem, dan atau microstruktur dari material. Laju korosi jenis ini lebih tinggi dari jenis korosi uniform dan dalam beberapa kasus laju korosinya bisa sangat tinggi. Setiap jenis dari korosi harus dievaluasi dan diperhitungkan dari segi material dan lingkungan ketika akan mendesain suatu sistem.


A. UNIFORM CORROSION
            Korosi uniform adalah bentuk korosi yang umum yang terjadi di atas permukaan material yang luas, dan hanya dipengaruhi oleh komposisi dari material dan lingkungan. Korosi ini menyebabkan penipisan dari material sampai akhirnya terjadi kegagalan. Laju korosi uniform sangat mudah diprediksi berdasarkan persamaan eksponensial berikut :
                                                p = At-B
            dimana :
            p          : laju korosi
            t           : waktu pengamatan
            A,B      : konsatanta, yang nilainya tergantung material dan                  
                        lingkungan.
Penurunan laju korosi seiring waktu adalah sebagai akibat langsung dari lapisan scale oksida yang terbentuk pada permukaan logam, yang kemudian mengurangi terjadinya korosi yang lebih parah. Namun ada beberapa kasus yang ekstrim, dimana tingkat korosif dari lingkungan yang tinggi sehingga menghambat pembentukan lapisan oksida pada permukaan metal. Pada kasus ini, laju korosi akan konstan sepanjang waktu. Grafik berikut menggambarkan hubungan ini untuk korosi uniform.
           
                                                Grafik Laju Korosi Uniform
Persamaan di atas dapat digunakan untuk memprediksi kerusakan akibat korosi untuk jangka waktu yang lama dengan hanya melakukan test yang singkat. Namun ada beberapa permasalahan dengan prediksi ini yaitu lingkungan biasanya berubah seiring waktu sehingga laju korosi akan menyimpang dari prediksi yang menggunakan persamaan ini. Dan juga peningkatan bentuk korosi pada suatu area akan mempercepat laju korosi.
            Korosi uniform diukur dengan hilangnya berat atau ketebalan material yang korosi  dan dapat dikonversikan dengan menggunakan persamaan :                
                                               
            dimana :
            t           : pengurangan ketebalan dalam mm/tahun
            w         : pengurangan berat dalam mg
            ρ          : berat jenis dalam g/cm3
            A         : luas permukaan yang terkena korosi dalam in2
            T          : waktu dalam jam
A.1. Kepekaan Logam terhadap Korosi Uniform
            Logam Magnesium dan low alloys ferrous adalah logam yang paling peka terhadap terjadinya korosib uniform. Untuk logam yang peka terhadap korosi uniform, dengan meningkatkan campuran dengan spesifik element  dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi uniform. Campuran harus memperhatikan kodisi lingkungan dan tingkat korosivitas yang terjadi.
                        Laju Korosi Beberapa Logam pada Kondisi Atmospheric
Grafik Laju Korosi Uniform Relatif Tiang Pancang Baja pada Lingkungan Laut
A.2. Penanganan Korosi Uniform
            Pemilihan material harus diperhatikan dari segi kepekaan logam terhadap korosi uniform dan lingkungan dimana material akan dipasang. Organic atau metallic coating harus digunakan jika memungkinkan. Ketika Coating tidak digunakan, treatment permukaan material yang dapat menghasilkan lapisan oksida sehingga pengurangan ketebalanakibat korosi dapat dikontrol. Ada juga treatment permukaan yang menambahkan elemen tambahan yang tahan korosi seperti krom. Inhibitor uap dapat juga digunakan melalui boiler untuk menghambat korosi dan juga dengan mengatur pH lingkungan.

B. KOROSI GALVANIC
            Korosi Galvanic terjadi ketika dua logam yang mempunyai perbedaan potensial listrik (logam yang berbeda) dihubungkan secara elektrik, atau bersentuhan secara fisik, atau terhubung melalui konduktor listrik seperti cairan elektrolit. Jika hal ini terdapat  pada suatu sistem akan membentuk elektrochemical cell  yang akan menghantarakan listrik. Arus induksi dapat menarik elektron keluar dari satu logam, yang kemudian disebut sebagai anoda. Hal ini akan terus mempercepat  laju korosi pada anoda. Logam yang satunya yang kemudian disebut sebagai katoda, akan terus menerima elektron dari anoda. Hal ini akan mempercepat ketahanan katoda terhadap korosi karena dapat terus memsuplay elektron untuk terjadinya reaksi korosi  yang terus menerus ditarik dari anoda. Korosi galvanic biasanya terjadi paling besar dekat permukaan dua logam yang bersentuhan. Pada umumnya korosi yang terjadi adalah sebagai hasil dari reaksi elektrochemical yang terjadi antara anoda dan katoda. Logam dengan potensial yang lebih rendah relatif terhadap logam yang lain bertindak sebagai anoda, sedangkan logam dengan potensial yang lebih tinggi bertindak sebagai katoda. Reaksi korosi / arus korosi (aliran arus listrik) terjadi karena adanya perbedaan potensial. Beberapa potensial listrik untuk berbagai jenis  logam dapat dilihat pada tabel berikut(Potensial ini adalah pada kondisi standard, tetapi kondisi aktual akan bervariasi pada logam dan campurannya khususnya pada kondisi lingkungan yang berbeda) :
B.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi Galvanic
            Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya dan laju korosi galvanic adalah :
1. Perbedaan Potensial
            Penyebab utama terjadinya korosi galvanic adalah perbedaan potensial antara dua buah logam yang berbeda dan biasanya semakin besar perbedaan potensial maka akan semakin besar  laju korosi galvanic. Korosi galvanic terjadi lebih besar pada kontak area dua logam yang berbeda. Persamaan dasar yang menunjukkan potensial listrik dari sistem galvanic adalah :
                        Ec – Ea = I(Re + Rm)
dimana :
            Ec       : potensial listrik pada katoda
            Ea       : potensial listrik pada anoda
            I           : arus listrik
            Rm      : hambatan elektroda (external circuit)
           Re        : hambatan larutan elektrolit pada circuitgalvanic (internal                  
                         circuit).
Ada beberapa sumber standard potensial elektroda dari logam spesifik dan campurannya. Namun dalam menentukan laju korosi galvanic pada kondisi lingkungan yang spesifik tidak boleh menggunakan potensial elektroda logam standard. Standard ini ditentukan dari potensial logam dalam kesetimbangan dengan konsentrasi elktrolit yang spesifik. Lebih jauh sistem galvanic adalah dinamik dan reaksinya tergantung pada faktor-faktor yang lain termasuk konsentrasi elektrolit, temperatur, pH dan kandungan oksigen dan pergerakan fluida. Ada kejadian dimana korosi galvanic terjadi antara dua logam yang sama. Hal ini dapat terjadi ketika logam memiliki kondisi akatif dan fasif. Sebagai contoh, satu bagian logam dilapisi dengan lapiasan oksida film sehingga kondisinya jadi fasif, sedangkan bagian logam yang  lain diekpose ke atmosfir. Kondisi ini akan menghasilkan perbedaan potensial yang menyebabkan bagian yang aktif dari logam akan terkorosi secara galvanic.

2. Luas Permukaan Relatif
            Ukuran dari logam pada system galvanic juga mempengaruhi laju dan tingkat korosi galvanic. Sebagai contoh sistem dengan luas katoda( logam yang kurang reaktif), relative lebih besar dari anoda (logam yang lebih reaktif), akan mengalami korosi galvanic yang lebih cepat menyebar daripada sistem elektroda dengan ukuran yang sama. Lebih jauh, sistem dengan luas anoda yang relatif lebih besar dari katoda tidak akan mengalami korosi galvanic yang lebih luas. Pada umumnya, korosi pada anoda proporsional terhadap luas area katoda. Aliran arus induksi meningkat proporsional dengan meningkatnya luas area katoda relative terhadap anoda demikian juga sebaliknya.
3. Geometri
            Komponen geometri adalah faktor lain yang mempengaruhi aliran arus, yang secara konsekuen mempengaruhi laju korosi galvanic. Arus tidak dapat dengan mudah mangalir melalui sudut.
4. Elektrolit dan Lingkungan
            Laju korosi galvanic juga tergantung pada konsentrasi, kandungan oksigen dari elektrolit dan juga temperatur dan lingkungan. Kenaikan temperatur akan meningkatkan laju korosi galvanic, sementara kenaikan konsentrasi elektrolit akan menghasilkan penurunan laju korosi. Hal lain yang juga mempengaruhi terjadinya korosi galvanic adalah pH dari cairan elektrolit. Sebagai contoh, logam katoda dalam netral atau basic elektrolit dapat menjadi anoda jika elektrolit menjadi lebih asam. Pergerakan elektrolit juga dapat meningkatkan laju korosi, karena dapat meindahkan logam yang teroksidasi dari permukaan anoda. Hal ini akan  mengakibatkan oksidasi yang terus-menerus dari anoda.

B.2 Pemilihan Material
Pada umumnya korosi galvanic dapat dicegah jika diberikan perhatian yang besar terhadap pemilihan material selama mendesain suatu sistem. Biasanya sangat menguntungkan dari segi performance dan operasional dari sebuah sistem untuk menggunakan lebih dari satu jenis logam, tetapi hal ini dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan korosi galvanic. Oleh karena itu pertimbangan yang cukup harus tetap diperhatikan dalam pemilihan material yang mengacu pada perbedaan potensial dari logam.

1. Rangkain Galvanic
            Perbedaan potensial antara dua logam secara kualitatif  dapat ditentukan dari rangkain galvanic pada tabel berikut :
Beberapa logam berulang dalam tabel di atas, hal ini terjadi karena properti galvanicnya kan berubah ketika diberikan perlakuan panas yang berbeda, atau dapat terjadi dalam dua keadaan yang berbeda. Logam yang berada dalam keadaan yang aktif, ketika permukaan logam berinteraksi langsung dengan lingkungan, dan logam dalam keadaan pasif ketika lapisan film terbentuk dalam permukaannya.
Tabel ini sangat membantu dalam memperkirakan kemungkinan korosi pada sistem bimetalic yang spesifik dengan melihat jarak antara dua logam pada rangkaian galvanic. Tetapi tabel tidak berguna ketika akan memprediksikan laju korosi, karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi besarnya laju korosi pada sistem bimetalic.
Logam pada bagian atas pada rangkaian galvanic, lebih tidak reaktif sehingga bertindak sebagai katoda, sedangkan logam yang bagian  bawah, lebih reaktif dan bertindak sebagai anoda pada elektrochemical cell. Sebagai contoh, jika Copper secara elektrik akan dicouple dengan Tin dan direndam dalam air laut, maka Tin akan menjadi anoda dan akan lebih terkorosi dari Copper yang menjadi katoda. Dalam lingkungan selain air laut, logam dengan ketahanan yang lebih kecil terhadap korosi bertindak sebagai anoda dan akan lebih mudah terkorosi dibandingkan dengan logam yang lain.

2. Tabel pemilihan Material yang Lain
            Telah ada beberapa grafik dan tabel yang di hasilkan untuk membantu proses pemilihan material dan mengeliminasi potensi terjadinya korosi galvanic. Tabel di bawah ini memuat kecocokan logam spesifik dan campurannya dengan logam spesifik yang lain dalam air lain yang berhubungan dengan korosi galvanic. Tabel ini menunjukkan apakah kombinasi dari logam atau campuran logam cocok, kurang baik, atau tidak pasti. Catatan bahwa list bahan stainless steels dalam tabel semuanya dalam keadaan yang sama (aktif atau pasif).




Tabel Kecocokan Korosi Galvanic dari Logam dan Campurannya pada Air Laut
            Pada sisi yang lain, tabel bahan logam dan campurannya berhubungan dengan korosi galvanic dalam lingkungan selain air laut, seperti kapal laut dan atmosfir industri adalah sebagai berikut :
Tabel Kecocokan Logam dan Campurannya terhadap  Korosi Galvanic  di Lingkungan Kapal Laut dan Industri
3. Penanganan Korosi Galvanic
            Jika desain, pemilihan material, dan pemeliharaan yang benar dan sesuai, maka relatif akan mencegah terjadinya korosi galvanic pada sebuah sistem yang baru. MIL-STD-889 (aktif), adalah standard DOD pada dua jenis logam yang berbeda. Tujuan dari standard ini adalah untuk menentukan dan mengklasifikasikan logam yang tidak sama dan menetapkan persyaratan untuk proteksi pemasangan logam yang berbeda di dalam semua perlatan militer, komponen dan pabrikasinya. Tabel berikut menyediakan daftar yang ringkas sebagai panduan untuk meminimalkan korosi galvanic.
Tabel Panduan untuk meminimalkan Korosi Galvanic
  • Gunakan satu jenis material dalam suatu sistem
  • Jika menggunakan lebih dari satu jenis material, pilih kombinasi logam yang dekat dalam rangkain galvanic, atau piluh logam yang cocok secara galvanic.
  • Hindari menggunakan luas area yang lebih kecil pada anoda yang dipasangkan dengan katoda yang luas areanya lebih besar. Komponen yang kecil atau yang kritis seperti baut pengencang harus lebih noble metal.
  • Isolasi logam yang tidak sama jika memungkinkan dan praktis (sebagai contoh, dengan menggunakan gasket). Sangat dianjurkan untuk mengisolasi secara keseluruhan jika memungkinkan.
  • Aplikasikan coating. Pemeliharaan coating yang baik harus tetap dilakukan secara bertahap pada bagian anoda.
  • Tambahkan inhibitor jika memungkinkan, untuk menurunkan agresivitas dari lingkungan.
  • Hindari sambungan ulir untuk material yang jauh pada rangkain galvanic.
  • Desain bagian anoda yang dapat diganti atau dibuat lebih tebal agar dapat bertahan lebih lama.
  • Pasang logam ketiga yang lebih anodic di antara dua logam yang dihubungkan secara galvanic.

3.1. Efek Luas Permukaan
            Dengan memperhatikaan luas area relatif dari dua logam yang dihubungkan secara galvanic dapat meminimalkan korosi galvanic. Ukuran logam katoda dalam sistem bimetal secara signifikan tidak boleh lebih besar dari ukuran logam anoda, karena akan menyebabkan tingkat korosi yang lebih besar pada anoda. Atau dengan kata lain ukuran logam anoda harus sama atau lebih besar dari logam katoda. Sebagai contoh, logam yang lebih noble dalam rangkain galvanic harus digunakan sebagai paku keling, baut atau elemen pengunci lain, sehingga luas area anoda akan lebih besar dari komponen katoda.
3.2. Perlindungan Katoda
            Korosi galvanic dapat diarahkan untuk melindungi logam yang lebih penting. Metode proteksi ini menggunakan logam yang sangat aktif atau ada dalam bagian paling bawah pada rangkain galvanic untuk dikorbankan menjadi terkorosi. Pengorbanan logam anoda ini akan melindungi logam yang lebih penting yaitu logam katoda dari korosi. Magnesium dan Seng biasanya digunakan sebagai anoda yang dikorbankan. Anoda yang dikorbankan akan sering diganti ketika pemeliharaan karena termakan korosi galvanic.
3.3. Isolasi Logam yang tidak Sama
            Bahan yang bersifat isolator pada listrik, yaitu bahan non logam dapat digunakan untuk mengisolasi dua jenis logam yang tidak sama. Hal ini akan memutus hubungan listrik atau setidaknya menaikkan hambatan listrik sehingga minimal dapat menurunkan atau malah menghambat terjadinya korosi galvanic.
3.4. Coating
            Metallic Coating biasanya digunakan untuk proteksi sistem bimetal terhadap korosi galvanic. Coating ini bertindak sebagai pelindung dengan beraksi sebagai penghalang terhadap korosi atau yang pertama kena korosi,  sehingga dapat menyelamatkan logam dari terjadinya korosi. Sebagai contoh seng seringkali digunakan sebagai coating pada baja, dan karena seng tidak terlalu tahan terhadap korosi, seng akan terkorosi lebih dulu untuk melindungi baja. Sehingga seng berfungsi sebagai anoda yang dikorbankan. Noble metal dalam rangkain galvanic biasanya digunakan sebagai coating penghalang korosi, karena logam ini relatif tidak reaktif. Coating ini dapat mengisolasi logam yang dilindungi dari lingkungan, namun pori-pori, cacat, atau area yang rusak pada coating penghalang ini masih dapat memungkinkan terjadinya korosi galvanic. Lebih jauh area yang tidak tetutup ini dalam sistem coating sering menjadi target tempat terjadinya korosi. Jika logam anodic dicoating dengan coating penghalang tanpa melakukan coating terhadap logam katodic, dapat menghasilkan efek negatif karena akan mengurangi luas area anoda. Lebih jauh jika anoda di coating, sementara katoda tidak, logam katoda dapat menjadi anodic dibandingkan logam anoda.
3.5. Crevice
            Sambungan ulir antara dua logam yang berbeda yang letaknya jauh dalam rangkain galvanic harus dihindarkan. Crevice (celah) sangat direkomendasikan diseal dengan pengelasan atau brazing untuk perlindungan terhadap korosi galvanic.

4. Crevice Corrosion (Korosi Celah)
            Korosi Crevice terjadi sebagai hasil dari adanya air atau cairan yang terjebak dalam suatu lokalisasi area(celah) pada suatu komponen atau sistem. Area ini dapat meliputi sudut, sambungan, gasket dan lain-lain.

5. Pitting Corrosion (Korosi Pitting)
            Korosi Pitting adalah korosi yang terjadi medium korosif menyerang logam pada titiik yang spesifik yang menyebabkan terbentuknya lubang kecil pada logam. Hal ini biasanya terjadi ketika coating pelindung atau oksida film memiliki pori karena kerusakan mekanik atau degradasi kimia. Pitting dapat menjadi korosi yang sangat berbahaya karena sangat susah untuk diantisipasi dan dicegah, relatif susah untuk dideteksi, terjadi dalam waktu yang sangat cepat, dan melakukan penetrasi terhadap logam tanpa mengakibatkan logam kehilangan berat yang signifikan. Kegagalam logam karena efek korosi pitting dapat terjadi dengan begitu cepat. Pitting juga dapat mengakibatkan efek samping, sebagai contoh crack dapat terjadi pada tepi lubang (pit) seiring dengan meningkatnya tegangan lokal. Sebagai tambahan lubang dapat membesar di bawah permukaan logam yang dapat menurunkan kekuatan material secara cepat.                                                                    


Gambar Hasil Korosi Pitting pada Rel Aluminium yang Lokasinya Berada Dekat Laut

5. Korosi Erosi
            Korosi erosi bentuk korosi sebagai hasil dari interaksi aliran  larutan elektrolit relatif terhadap permukaan logam. Hal ini terjadi karena terdapat partikel padat kecil yang terikut dalam aliran fluida. Aliran fluida ini menyebabkan keausan dan abrasi, dan meningkatkan laju korosi di atas laju korosi uniform pada kondisi yang sama. Korosi erosi terjadi pada sistem perpipaan, sistem pendingin, valve, sistem boiler, propeler, impeler dan komponen-komponen yang lain. Korosi erosi yang khusus terjadi sebagai hasil dari terjadinya tumbukan dan kavitasi. Tumbukan dapat diartikan sebagai perubahan arah dari aliran fluida sehingga gaya yang lebih besar terjadi pada permukaan luar pada sambungan elbow. Kavitasi adalah tumbukan dari gelembung-gelembung uap yang pecah yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan jika tumbukan ini terus berulang pada permuakaan logam.

6. Stress-Corrosion Cracking
            Stress Corrosion adalah penomena cracking yang dipengaruhi oleh lingkungan yang kadang-kadang terjadi ketika logam mengalami tegangan tarik dan lingkungan yang korosif secara bersamaan. Hal ini tidak dapat disamakan dengan penomena yang serupa seperti penggetasan oleh hydrogen, dimana logam yang digetaskan oleh hydrogen, seringkali menyebabkan crack pada logam. Lebih jauh, SCC tidak didefenisikan sebagai penyebab cracking yang terjadi ketika permukaan logam terkorosi yang menghasilkan titik pusat terjadinya crack, melainkan korosi yang terjadi karena adanya tegangan statik. Bentuk lain korosi yang hampir sama dengan stress corrosion walaupun sebenarnya berbeda adalah korosi fatiq. Kunci perbedaanya adalah SCC terjadi karena tegangan statik, sedangkan korosi fatiq terjadi karena tegangan dinamik atau tegangan putaran.
            Stress corrosion cracking (SCC), adalah proses yang terjadi pada material dimana crack menyebar ke struktur internal logam, yang biasanya menyebabkan permukaan logam pecah-pecah. Ada dua bentuk utama dari SCC, yaitu intergranular dan transgranular. Prose cracking pada bentuk intergranular kebanyakan pada batas-batas butiran sedangkan pada bentuk  transgranular tidak hanya terjadi pada batas-batas butiran saja, tetapi dapat menembus butiran logam. Crack biasanya cenderung menyebar pada arah yang tegak lurus terhadap tegangan yang terjadi. Tegangan mekanik yang terjadi, tegangan sisa, tegangan termal, dan tegangan sisa pengelasan bersamaan dengan bahan korosif juga dapat dapat memicu terjadinya SCC. Korosi pitting, khususnya pada logam yang sensitif, adalah salah satu penyebab terjadinya SCC.
            SCC adalah bentuk korosi yang sangat berbahaya karena sangat susah untuk dideteksi, dan dapat terjadi pada level tegangan yang jauh dibawah tegangan desain bahan. Dan juga mekanisme dari SCC tidak dapat dipahami secara mendalam. Ada beberapa mekanisme SCC yang tersedia, namun tidak ada yang dapat menjelaskan secara lengkap.


Gambar Stress Corrosion Cracking, (a) Intergranular, (b) Transgranular

Senin, 02 Juli 2012


Renungan

BERSYUKUR SELALU
“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” (Ayub 42:2)
Tak terasa  telah memasuki pertengahan tahun 2012, banyak hal suka maupun duka yang kita alami selama semester pertama. Banyak keberhasilan yang telah kita capai, disamping masih banyak juga kegagalan yang kita alami. Selayaknya kita harus tetap bersyukur karena tentu sangat banyak berkat yang diberikan Tuhan kepada kita. Tuhan memang tidak memberikan kegagalan pada umat-Nya, tetapi mengijinkan kegagalan itu datang supaya kita tidak sombong.
Kita bisa belajar dari kisah Ayub, yang selalu bersukur atas apapun yang terjadi dalam hidupnya. Kegagalan membuat kita untuk intropeksi diri, mungin selama ini kita mengandalkan diri dan tidak mengikutsertakan Tuhan dalam melakukan setiap rencana kita. Dan yang terpenting sekali kita ingat bahwa gagal itu bukan akhir segalanya. Tetaplah bersyukur selalu, karena Tuhan itu baik dan mempunyai rancangan yang indah buat kita. (AH).

Labuan - Banten, 30 juni 2012 (19:13 WIB)
Arifin G. Marbun, ST.






Sabtu, 09 Juni 2012

Jurnal

Implementasi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Untuk Meningkatkan Keandalan Pipa Boiler PLTU 2 - Banten 

Aripin Gandi Marbun 
Teknik Industri Universitas Mercubuana – Jakarta 
Email: ari_gandi@yahoo.com 
                            arifin.gandi@indonesiapower.co.id 

                                                                        ABSTRAK 

               Penelitian yang berjudul Implementasi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Untuk Meningkatkan Keandalan Pipa Boiler PLTU 2 – Banten dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui modus terjadinya kegagalan atau kerusakan pada pipa-pipa boiler, dan memberikan Failure Defense Task (FDT) agar dapat menanggulangi atau mengatasi kerusakan pipa-pipa boiler. Selama ini untuk boiler ini belum ada reability management dalam meningkatkan keandalan peralatan. Untuk itu penulis ingin mengkaji failure mode yang muncul, menentukan dampaknya terhadap produksi, kemudian menjalankan tindakan koreksi. Dari hasil analisa, penulis menemukan nilai Maintenance Priority Index (MPI) boiler sangat tinggi yaitu 637,12. Sehingga diperlukan perhatian yang lebih agar dapat mengurangi kerusakan/kebocoran pipa boiler. Setelah mendapatkan nilai MPI, penulis mencari nilai Risk Priority Number (RPN) pipa boiler dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis yang merupakan kalkulasi dari nilai Saverity (S), Occurrence (O) dan Detection (D). Adapun RPN tertinggi pada boiler adalah super heater tube dengan nilai 240. Sedangkan untuk reheater tube, economizer tube, water wall tube mempunyai nilai RPN masing-masing 80. Dilihat dari nilai RPN ini maka penulis merekommendasikan agar boiler ini segera membuat action plan baik untuk sisi operasi, pemeliharaan dan kualitas material yang digunakan. Kata kunci: FMEA, FDT, Nilai MPI, nilai RPN, action plan.

ABSTRAC

             The research that entitled "The Implementation of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to Improve Reliability Pipeline Boiler of PLTU 2 - Banten is done with descriptive method. This research aims to determine the mode of occurrence of failure or damage to the boiler pipes, and give Failure Defense Task ( FDT ) in order to overcome the damage to the boiler pipes. So far, these boilers have no reability management in improving equipment reliability. For that reason, the writer wanted to assess the failure modes that arise and determine their impact on production, then perform corrective action. From the analysis, the writer found the Maintenance Priority Index ( MPI ) boiler is as high as 637.12. So it requires more attention in order to reduce the damage / boiler tube leakage. After getting the value of MPI, the authors find the value of Risk Priority Number ( RPN ) boiler tube by using Failure Mode and Effect Analysis which is a calculation of the value Severity (S), Occurrence (O) and Detection (D). The RPN is the highest in the boiler super heater tube with a value of 240. As for the reheater tubes, economizer tubes, water wall tube has a RPN value of each 80. Viewed from this RPN value, the writer wants to recommend to immediately create an action plan for the operation, maintenance and quality of materials used. Keysword: FMEA, FDT, MPI, RPN, action plan 

1. PENDAHULUAN                                                                                  

                Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Banten merupakan salah satu pembangkit listrik yang termasuk dalam Proyek Percepatan Difersivikasi Energi (PPDE) 10.000 MW yang dicanangkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia. Adapun pembangkit yang ada di PLTU - 2 Banten adalah 2 unit yang masing-masing daya terpasang 300 MW dengan berbahan bakar utama batu bara. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 2007 dan beroperasi mulai tahun 2009, sehingga masih tergolong baru, oleh karena itu perlu diketahui performansi setiap peralatan yang digunakan. Untuk itu penulis menganalisa salah satu peralatan utama yang terdapat pada unit 1 yaitu boiler. Boiler merupakan suatu alat untuk mengubah air menjadi uap tekanan dan temperatur tingi (super heater vapor). 
                Perubahan dari fasa cair menjadi uap dilakukan dengan memanfaatkan energi panas yang didapat dari pembakaran bahan bakar. Sebagai media untuk mensirkulasikan air dan uap tersebut pada boiler diperlukan pipa-pipa. Pipa-pipa boiler terdiri dari water wall tube, super heater tube, reheater tube, dan economizer tube. Performansi boiler sangat tergantung kepada keandalan pipa-pipa tersebut, untuk itu diperlukan reability management yang baik agar tidak terjadi derating pada unit pembangkit. Karena seringnya terjadi kebocoran pipa-pipa tersebut maka penulis ingin mengkaji resiko kerusakan dan dampak yang lebih besar terhadap operasional unit pembangkitan dengan menggunakan proses Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). 
               FMEA ini merupakan alat yang secara sistematis mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan sistem atau proses serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya kegagalan pada boiler. Dengan adanya proses FMEA ini diharapkan dapat menguji kemampuan proses (performansi) pada pipa-pipa boiler serta mengetahui apa yang menjadi modus kegagalan potensial dan penyebab kegagalan mekanis yang muncul pada proses yang berlangsung.                                                                                    

2. IDENTIFIKASI MASALAH 

              Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah kurangnya kajian untuk meningkatkan performansi boiler. Utuk itu penulis ingin membuat kajian tentang permasalahan yang terjadi pada pipa-pipa boiler. Adapun poin-pion yang ingin diteliti adalah: Mengkaji modus pada pipa-pipa boiler, Mengkaji dampak dari modus kegagalan pada pipa-pipa boiler, Menentukan action plan atau Failure Defense Task berupa rekomendasi untuk semua potensi penyebab kegagalan. 

3. LANDASAN TEORI 

              Sistem Boiler Boiler atau ketel uap merupakan salah satu peralatan utama pada sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang digunakan untuk memproduksi uap. Air yang masuk ke dalam boiler dipanaskan sehingga berubah fasanya menjadi fasa uap. Uap yang dihasilkan bisa berupa uap basah maupun uap kering tergantung pada tujuan pemakaiannya. Sebagai penggerak turbin uap, maka uap yang dibutuhkan adalah uap kering (super heat). Untuk mengubah fasa air menjadi uap dibutuhkan adanya perpindahan panas dari suatu media ke air tersebut. Sehingga dalam mendapatkan panas tersebut, dilakukan dengan media pembakaran. Pembakaran tersebut membutuhkan bahan bakar, udara dan sumber api. Bahan bakar yang digunakan bisa berupa padat, cair, dan gas.
         Untuk PLTU 2 Banten bahan bakar utama yang digunakan adalah batubara, sedangkan untuk pembakaran awal digunakan bahan bakar High Speed Diesel (HSD) dan untuk tipe boiler yang dipakai adalah balanced draft, natural circulation, single reheat type, top supported with single drum. Setelah uap kering (super heat) dari boiler (main steam) akan dimanfatkan untuk memutar High Pressure (HP) turbin pada suhu 541 0C dan tekanan maksimum 17,4 Mpa. Setelah digunakan di HP turbin, uap tersebut dipanaskan kembali kedalam boiler yang menggunakan pipa Reheater sehingga akan mampu kembali menambah temperatur uap dari 3300C menjadi 540 0C dengan tekanan 3,63 Mpa untuk memutar IP turbin. Keluaran uap dari IP turbin dimanfaatkan langsung untuk memutar Low Pressure (LP) turbin. Sehingga ketiga tipe uap tersebut akan memutar turbin sampai 3000 rpm untuk diubah generator menjadi energi listrik.

Peralatan-peralatan Boiler: 

Feed water flow merupakan aliran suplay air pada sistem boiler. Aliran air tersebut melewati pipa-pipa boiler mulai dari economizer, drum, down comer, water wall header dan water wall. 
Sistem aliran udara berfungsi sebagai pemasok kebutuhan udara pada proses pembakaran di ruang bakar boiler. Proses pembakaran berlangsung secara terus menerus selama boiler beroperasi, sehingga pasokan udara pun harus berjalan secara terus-menerus. Peralatan ini terdiri dari udara primer (PA Fan), udara sekunder (FD Fan) dan sistem aliran gas buang (ID Fan). 
Sistem Siklus Air dan Uap. Air yang dipompakan oleh Motor Boiler Feed Pump (MBFP) atau Boiler Feed Pump Turbine BFPT melalui High Pressure Heater kemudian masuk ke economizer. Di dalam economizer tersebut air pengisi dipanaskan sehingga temperaturnya naik mendekati temperatur jenuh. Dari economizer, air pengisi keluar ke outlet header. Dari outlet header ini, air pengisi kemudian dialirkan ke steam drum melalui kedua sisinya. Di dalam steam drum, air pengisi bergabung dengan campuran air dan uap. Di steam drum ini, air akan turun melalui downcomer yang jumlahnya ada 4. Di downcomer inilah tahap awal natural sirkulasi terjadi. Air turun ke titik terendah dari boiler yang kemudian didistribusikan sejumlah water wall / furnace tube melalui beberapa feeder tube. Di water wall inilah air mengalami pemanasan sehingga massa jenisnya turun. Pada water wall ini, air akan berubah menjadi uap jenuh dan mengalir kembali ke steam drum. Dengan adanya perbedaan massa jenis di downcomer dan water wall inilah maka terjadi sirkulasi alami. Uap jenuh yang masuk ke drum boiler kemudian akan mengalir ke superheater support tube inlet header. Setelah itu uap akan mengalir ke superheater support tube outlet header. Dari sini uap dialirkan ke primary superheater inlet header melalui sejumlah tube. Didalam boiler sendiri terdapat beberapa pipa sesuai dengan fungsi masing-masing. Pipa-pipa tersebut dibagi menjadi empat bagian yaitu super heater, reheater, economizer dan water wall. 

4. METODOLOGI PENELITIAN 

           Perumusan Masalah Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di PLTU 2 Banten dengan kapasitas terpasang 2x300 MW. Pada tahap perumusan masalah, penulis mengadakan observasi langsung ke lapangan. Penulis melakukan pengamatan terhadap peralatan, pola pengoperasian dan pemeliharaan yang dilakukan pada area boiler. Adapun kegiatan operasional pada PLTU 2 Banten berlangsung setiap hari kecuali jika ada kerusakan, kegiatan pemeliharaan ataupun permintaan dari PT. PLN (Persero) Pusat Pengaturan dan Pengendalian Beban (P3B) untuk stop. Pengambilan data-data dalam penelitian ini dilakukan mulai beroperasinya pembangkit pada tahun 2009 sampai tahun 2010. Penulis mengambil data-data tentang kebocoran pipa-pipa boiler serta pola operasi yang dilakukan. Sehingga data tersebut akan dianalisa dan diolah untuk mendapatkan kesimpulan dalam hal penanganan peralatan agar terjadinya kebocoran dapat diminimalkan. 
Identifikasi Tujuan dan Manfaat Penulis mengidentifikasi hal-hal yang menjadi tujuan dan manfaat penulisan ini yaitu: 
1.Meningkatkan pemahaman bahwa kegagalan potensial pada proses operasi akan menurunkan performansi peralatan. Dengan adanya pemahaman tersebut, maka perusahaan diharapkan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja peralatan baik itu disisi pemeliharaan, operasi maupun engineering. Agar peralatan dapat handal tentu banyak yang harus diperbaiki baik dari sisi peralatan maupun dari sisi sumber daya manusia sendiri. Dapat dipastikan bahwa dengan adanya penurunan performansi peralatan akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. 
2. Mengidentifikasi defisiensi proses sehingga para engineer dapat berfokus pada pengendalian proses hasil kerja pipa-pipa boiler. Dengan adanya FMEA yang dibuat ini, diharapkan para engineer dapat memberikan rekomendasi akan pola perbaikan pada proses pengoperasian maupun pemeliharaan boiler agar pipa-pipa boiler lebih handal dan memiliki life time yang lebih panjang. 
3.Menetapkan prioritas untuk tindakan perbaikan pada proses. Hal ini digunakan pada saat pebaikan peralatan yang sudah bocor. Dengan adanya prioritas perbaikan akan lebih menguntungkan perusahaan karena adanya fokus kerja yang lebih terarah. 
4.Meyediakan dokumen lengkap tentang perubahan proses untuk memandu pengembangan proses manufaktur atau perakitan dimasa datang. Hal ini akan meningkatkan performanasi peralatan yang akan dirakit, sehingga menjadi acuan dalam memilih desain peralatan yang akan diperguakan dimasa yang akan datang. Pengolahan Data Penulis mengambil data tentang kebocoran pipa-pipa boiler serta pola operasi yang dilakukan. Data tersebut diambil dari pihak engineering, operasi, pemeliharaan, manual book dan buku-buku refrensi lainnya. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan metode FMEA. 
           Adapun langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah: Mengidentifikasi pola operasi boiler. Membuat daftar masalah-masalah potensial yang terjadi. Menghitung nilai Maintenance Priority Index (MPI) boiler berdasarkan kriteria yang mencerminkan tingkat kekritisan. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) komponen pipa-pipa boiler. 
          Langkah-langkah Analisa Data Penulisan ini merupakan penelitian terapan yang menganalisa kegagalan peralatan sehingga akan berguna untuk mendapatkan cara-cara terbaik dalam hal pengoperasian boiler agar dapat mengurangi kebocoran pada pipa-pipa boiler. 
          Adapun langkah-langkah menyelesaikan analisa ini meliputi: Pengumpulan data Analisa dan pengolahan data dengan metode FMEA, Menarik kesimpulan dan memberikan saran-saran mendapatkan sistem yang baik dalam pola pengopersian peralatan. 
            Maintenance Priority Index (MPI) Maintenance priority Index (MPI) merupakan rangking peralatan berdasarkan kriteria tertentu yang mencerminkan tingkat kekritisan setelah dirangking dengan metode System Equipment Reability Priorization (SERP). Hasil MPI dari mapping equipment (pemetaan peralatan) merupakan proses identifikasi awal yang memberikan gambaran terhadap peralatan-peralatan kritis yang harus segera mendapatkan penanganan dan peningkatan keandalannya. Proses SERP dilakukan dengan langkah-langkah berikut: Menentukan atau membagi unit pembangkit ke dalam sistem dimana dalam suatu sistem merupakan kumpulan dari beberap peralatan, Menentukan dampak kerusakan dan tingkat keandalan sistem peralatan berupa System Critically Rangking (SCR) dan Operational Critically Rangking (OCR).
 SCR= √((〖OC〗^2+ 〖PT〗^2+〖PQ〗^2+ 〖SF〗^(2 )+ 〖RC〗^2+ 〖PE〗^2+〖RT〗^2)/7) 
Dimana: 
           OC = Operating Cost 
           PT = Process Throught 
           PQ = Product Quality 
           SF = Safety 
           RC = Regulatory / Enviroment Compliance 
           PE = Plan Efficiency 
           RT = Recovery Time 
Dari table dapat dihitung nilai dari Asset Criticality Ranking (ACR) dengan rumusan: 
          ACR = SCR x OCR 
Sehingga nilai Maintenance Priority Index (MPI): MPI = ACR x AFPF 

Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) 
            
          Kualitas semakin memegang peran penting seiring dengan perkembangan jaman yang semakin canggih. Semakin tinggi kualitas suatu peralatan maka semakin tinggi pula nilai produktivitas yang dihasilkan. Oleh karena itu, perusahaan semakin perlu untuk berfokus pada quality management demi mencapai sebuah quality excellence. Salah satu tools yang bisa digunakan dalam quality management adalah Failure Modes and Effects Analysis (FMEA). FMEA merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa keandalan suatu sistem dan penyebab kegagalannya untuk mencapai persyaratan keandalan dan keamanan sistem, desain dan proses dengan memberikan informasi dasar mengenai prediksi keandalan peralatan. 
          FMEA awalnya mengklasifikasikan jenis failure mode yang muncul, kemudian menentukan dampaknya terhadap produksi, kemudian menjalankan tindakan koreksi. Aktivitas ini bertujuan untuk menghasilkan : Failure Mode / Mode Kegagalan : Semua kegagalan yang pernah terjadi dan potensi kegagalan yang mungkin akan terjadi dari suatu komponen peralatan. Failure Effect / Dampak Kegagalan : Dampak dari mode kegagalan yang telah didaftarkan, baik dampak terhadap peralatan itu sendiri maupun dampak terhadap unit Failure Cause / Penyebab Kegagalan : Penyebab dari mode kegagalan yang telah didaftarkan dimana penyebab ini sifatnya pasti dan merupakan kemungkinan besar jika penyebab kegagalan ini dihilangkan maka mode kegagalan diatas tidak akan terjadi kembali Failure Defense Task (FDT) : Task yang dihasilkan untuk mengatasi, menghilangkan dan meminimalisasi terhadap kemungkinan mode kegagalan yang telah didapatkan dan dapat berupa Planned Maintenance / Tactical Maintenance (Preventive Maintenance, Predictive Maintenance, Over Houl dan Proactive Maintenance) dan Un-planned Maintenance / Non Tactical Maintenance (Corrective Maintenance) serta perbaikan pola operasi dan material peralatan.    
Severity (kefatalan) adalah rangking yang berhubungan dengan efek yang paling serius untuk gaya kegagalan. Severity memiliki tingkatan nilai yang relatif dan mempengaruhi di dalam lingkup individu FMEA itu sendiri. Severity harus diperkirakan menggunakan tabel sebagai petunjuk untuk menganalisa kegagalan yang diusulkan. 
Occurrence (kejadian) adalah mekanisme spesifik yang memungkinkan akan terjadi sepanjang hidup desain. Adapun dalam menentukan nilai occurrence dapat dilihat dengan menggunakaan tabel dibawah.
Detectability (tingkat deteksi) merupakan kemampuan sistem dalam mendeteksi terjadinya kegagalan (failure). Dalam hal ini score yang paling tinggi mempunyai kemampuan mendeteksi yang rendah. 
Nilai Prioritas Resiko adalah produk yang mengatur kefatalan (Severity), kejadian (Occurrence), dan pendeteksian (Detection) yaitu: 
RPN = S x O x D 

5. ANALISA DATA  

1. Nilai Maintenance Priority Index (MPI) boiler Untuk boiler yang digunakan di PLTU 2 Banten didapat hasil data dari pihak engineering bahwa kriteria untuk mendapatkan nilai MPI yang digunakan adalah sebagai berikut: 
-System Critically Rangking (SCR), merupkan komponen-komponen yang menentukan dampak kerusakan dan tingkat keandalan sistem peralatan. Untuk menentukan nilai SCR peralatan dapat dilihat pada tabel 3.1. sampai tabel 3.8. setelah dikalkulasi maka nilai-nilai SCR pada boiler PLTU 2 Banten adalah seperti pada tabel berikut. 
 SCR= 7,964 -Asset Critically Rangking (ACR), merupakan kombinasi dari Operational Criticality Rangking dengan System Critically Rangking dimana peralatan tersebut berada sehingga akan menghasilkan rangking berdasarkan tingkat kekritisannya terhadap operasi unit. Adapun nilai OCR boiler adalah 10 yaitu kegagalan fungsi sistem induk dengan segera, karena dengan bocornya/rusaknya pipa boiler pasti akan membuat unit stop normal untuk menghindari kerusakan yang lebih parah, sehingga nilai ACR adalah: 
ACR = SCR x OCR = 7,964 x 10 = 79,64 
-Asset Failure Probability Factor (AFPF), menunjukkan tingkat keandalan suatu peralatan dengan parameter yang diukur berupa frekuensi kerusakan dari peralatan tersebut dalam periode satu tahun terakhir. Adapun nilai AFPF pada boiler adalah dalam kondisi very reliable dengan nilai 8. Hal ini disebabkan Kegagalan equipment hanya kadang-kadang bisa memberi peringatan karena kurangnya peralataan yang handal untuk mengetahui kebocoran pada boiler. 
2. Data Hasil Pengamatan FMEA Untuk membuat sebuah tabel FMEA dibutuhkan nilai-nilai severity, occurance, dan detection. Nilai severity dan detection akan didapat dengan mengasumsikan langsung jenis kegagalan dengan tingkatan untuk masing-masing kegagalan dalam tabel severity dan detection yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk mendapatkan nilai occurrence akan didapat dengan mencari nilai Ppk (Probability Process Control). Setelah nilai Ppk diperoleh, kemudian nilai tersebut diasumsikan dengan tingkat occurrence yang ada dalam tabel yang telah ditetapkan. Adapun data kerusakan (failure) boiler unit 1 adalah seperti pada tabel dibawah: 

6. ANALISA HASIL 

1. Nilai Maintenance Priority Index (MPI) Dengan diketahuinya nilai ACR dan AFPF maka dapat dihitung nilai dari MPI boiler yaitu: MPI = ACR x AFPF = 79,64 x 8 = 637,12 
2. Risk Priority Number (RPN) Dari hasil perhitungan sebelumnya diperoleh nilai dari Risk Priority Number (RPN) seperti pada tabel dibawah ini: 
3. Failure Defense Task (FDT) pada Diagram Fishbone Kegagalan atau kebocoran pipa-pipa boiler baik itu disebabkan oleh Burst tube, korosi, las-lasan yang tidak baik, maupun fatiq disebabkan oleh 6 komponen yaitu material, measurement, man, method, mahine dan environment. Hal ini dapat dilihat pada gambar fishbone dibawah. Tujuan pembuatan diagram fishbone ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dengan menganalisa penyebab timbulnya permasalahan tersebut, sehingga akan diberikan Failure Defense Task (FDT) sebagai saran untuk perbaikan.  
1. Faktor Material 
a. Bahan pipa Akibat dari bahan pipa yang jelek adalah seringnya terjadi kebocoran dan kerusakan pipa. Oleh karena itu struktur bahan pipa sangat berpengaruh akan kekuatan terhadap panas dan tekanan yang digunakan pada boiler. Untuk itu perlu digunakan pipa yang benar-benar mempunyai nilai yang optimal terhadap spesifikasi boiler, terutama ketahanan bahan terhadap pressure dan temperatur boiler. Untuk desain material pipa ini dapat dikonsultasikan kepada pihak yang ahli metalurgi. 
b. Bahan bakar Terjadinya pengikisan atau temperatur pembakaran yang terlalu tinggi akan mengakibatkan korosi pada pipa. Bahan bakar utama yang digunakan yaitu batu bara haruslah mempunyai nilai kalor 4200 sampai 4900 kkal dan memenuhi nilai spesifikasi yang ditentukan agar tidak mengakibatkan cepat rusaknya pipa boiler. c. Kualitas air Kesalahan operasi dalam melakukan injeksi kimia pada siklus PLTU dapat mempengaruhi kualitas air. Injeksi kimia yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menyebabkan air pipa boiler tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan bertambahnya laju korosi dan pembentukan deposit. 
2. Faktor Measurement 
a. Tekanan (pressure) Didalam boiler terdapat tekanan udara, tekanan air, maupun tekanan uap dalam setiap pengoperasian. Adapun tekanan yang sangat perlu diperhatikan adalah pada winbox, feed water, steam drum, main steam, super heat dan reheat. Dengan menjaga nilai tekanan sesuai spesifikasi boiler tentu akan mengurangi kemungkinan terjadinya over pressure yang dapat mengakibatkan kebocoran pada pipa boiler. b. Temperatur Selain tekanan, nilai temperatur udara, air maupun uap juga harus dikondisikan agar tidak terjadi over heating yang mengakibatkan kebocoran. Temperatur dapat dijaga dengan adanya peralatan spray water yang diambil dari feed water. Adapun temperatur yang perlu dijaga adalah pada area furnace, feed water, super heater, dan reheater. 
3. Faktor Manusia (Man) 
Kebocoran boiler sangat besar pengaruhnya terhadap pola operasi yang dilakukan operator. Sehingga dapat dipastikan orang yang mengoperasikan peralatan dengan metode yang baik akan meningkatkan kinerja dan hasil produktifitas terbaik pula. Demikian juga dalam pengoperasian boiler perlu diperhatikan hal-hal berikut: Operator atau yang berhubungan dengan peralatan boiler adalah orang berpendidikan yang sudah kompeten dan mempunyai pengalaman yang baik dalam pengoperasian peralatan. Operator mempunyai jadwal yang efektif untuk mengikuti training tentang pengoperasian boiler dari badan sertifikasi agar keterampilannya dapat terus terasah. Motivasi atau semangat seseorang sangatlah berpengaruh terhadap hasil kerja yang dihasilkan. Semakin tinggi motivasi dalam dirinya, maka akan semakin baik hasik kerjanya. 
4. Faktor Methode 
Didalam pola pengoperasian perlu dilakukan metode-metode pemeliharaan agar peralatan lebih efisien dan atau mempunyai life time yang tinggi. a. Soot blower Soot blower berguna untuk membersihkan pipa-pipa boiler dari kotoran sisa pembakaran (jelaga) dengan menggunakan media uap (steam). Walaupun soot blower akan menurunkan efisiensi pembangkitan karena menggunakan steam, tetapi dengan melakukan itu maka umur pipa boiler akan lebih panjang karena dengan membersihkan jelaga tentu akan mencegah terjadinya korosi pada pipa. Sebaiknya dalam melakukan pengoperasian boiler dilakukan 1x24 jam atau temperatur pada first super heater sudah mencapai 445 0C. b. Check sheet Check sheet berguna untuk memantau setiap saat kondisi parameter peralatan baik yang ada di lokal atau di dalam control room. Selain itu check sheet juga berguna sebagai data peralatan jika suatu saat diperlukan untuk mengidentifikasi permasalahan pada peralatan. c. Pemakaian Oksigen (O2) Agar proses pembakaran didalam boiler lebih sempurna, maka perlu pengaturan Oksigen (O2) sesuai grafik dibawah ini. Dengan adanya pembakaran sempurna tentunya produksi akan semakin efisien, abu pada boiler akan berkurang, dan pipa boiler akan lebih tahan dari kebocoran yang diakibatkan korosi. d. Standard Operational Procedure (SOP) SOP berfungsi sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsinya. Selama ini pengoperasian boiler yang dilakukan sudah dengan baik oleh operator tetapi perlu diperhatikan ketelitian dan kesesuaian SOP yang telah ditentukan. Karena jika SOP tidak dijalankan dengan benar maka akan mngakibatkan kerusakan peralatan dan kecelakaan kerja. 
 5. Faktor Machine/peralatan 
Suatu peralatan apabila dioperasikan secara terus menerus maka akan mengalami penurunan keandalan (reduce realibility) baik karena faktor life maupun penurunan performa bagian-bagian partnya. Untuk itu diperlukan pemeliharaan terencana seperti preventive maintenance, pedictive maintenance dan Over houl. Dalam sisi pemeliharaan perlu dilakukan beberapa inovasi diperalatan agar pipa-pipa boiler lebih handal seperti: Membuat corrosion shell pipa boiler yang berfungsi untuk membungkus pipa yang panjang sebagai penahan agar tidak mudah goyang yang mengakibatkan pipa patah (fatiq). Menambah support (penahan) untuk pipa yang menggantung dan mempunyai getaran kuat yang dapat menyebabkan kebocoran pipa. Meningkatkan performa boiler leakage yang berfungsi untuk mendeteksi tempat kebocoran pipa. Sehingga operator dapat langsung mengeksekusi proses shut down unit demi mengurangi kebocoran yang lebih parah. 
6. Faktor Environment 
Salah satu faktor environtment adalah masalah kebersihan peralatan. Kebersihan peralatan dari area sekitarnya memang tidak berpengaruh langsung atas kinerja boiler, hanya saja kebersihan akan meningkatkan umur mesin. Untuk itu perlu selalu dijaga kebersihan boiler dari kotoran, debu dan benda-benda asing baik untuk peralatan mesin, listrik maupun instrument. 

7. KESIMPULAN DAN SARAN

 Kesimpulan 
          Adapun kesimpulan penulisan ini adalah sebagai berikut: Nilai Maintenance Priority Index (MPI) boiler sangat tinggi yaitu 637,12. Sehingga diperlukan perhatian yang lebih agar dapat mengurangi kerusakan/kebocoran pipa boiler. Pipa super heater lebih cenderung tejadi kebocoran dilihat dari nilai RPN yang lebih tinggi (240) jika dibandingkan dengan pipa reheater, water wall dan economizer. Hal ini disebabkan karena temperatur dan tekanan uap pada pipa super heater lebih tinggi dibandingkan pipa lainnya pada boiler. Pengunaan FMEA sangat perlu dilakukan di boiler sebagai alat (tools) untuk meningkatkan keandalan pipa-pipa boiler dan perbaikan dapat ditingkatkan dengan menggunakan faktor-faktor Failure Defense Task (FDT) pada Diagram Fishbone. 

Saran 
         Setelah melakukan penelitian dan analisa terhadap kebocoran pipa boiler yang terjadi di PLTU 2 Banten, beberapa saran yang diharapkan dapat dijadikan masukan bagi perusahaan maupun penelitian ini adalah: Adanya perbandingan pengkajian dan analisa penyebab kebocoran pipa boiler oleh perusahaan dengan lembaga penelitian dari luar perusahaan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. FMEA ini perlu terus dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan temuan-temuan baru akan permasalahan peralatan. Semua pembaharuan dan perubahan siklus pengembangan produk untuk produk atau proses tentunya akan lebih meningkatkan efisiensi peralatan. Perlunya dilaksanakan dan ditingkatkan pelatihan/training bagi karyawan agar dapat meningkakan pengetahuan dan teknlogi terbaru baik dalam sisi pengoperasian, pemeliharaan maupun engineering tentang permasalahan boiler.

8. DAFTAR PUSTAKA 

Boiler Specification. 2007. China: Donfang Boiler Grup Co.,Ltd Djokosetyardjo, M. J. 2006. Ketel Uap. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
El – Wakil, M. M. 1992. Instalasi Pembangkit Daya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ibrohim, Lim. 2011. FMEA. PT. PGI Consulting Qesh training center.
Sumber: www.ibrosys.com Materi Kursus Umum. 1999. Operasi dan Pemeliharaan PLTU Batubara Unit Pembangkitan Suralaya. Cilegon: PT. Indonesia Power.
Metasari, Nur. 2009. FMEA-Quality Enginering. 2010. Metode FMEA untuk mencegah terjadinya kegagalan kualitas. Sumber: www.qualityengineering.wordpress.com Kumpulan Data Reability. 2010. Reliability Improvement Sequence. Unit Bisnis Operasi dan Pemeliharan Labuan. Pandeglang: PT. Indonesia Power.
Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Jakarta: Graha Ilmu. Suralaya. 2012. FMEA Introduction. Cilegon: UBP Suralaya. Suralaya Power Generation. 2012. FMEA dan RPN.
Cilegon: UBP Suralaya. Susilo, Leo J. 2010. Manajemen Resiko berbasis ISO 31000 untuk industri dan perbankan. Jakarta: Penerbit PPM.
Tague, Nancy R. 2004. The Quality Toolbox, second edition. Jakarta: ASQ Quality Press.
Tanzil, Fernando. 2009. Jurnal: Evaluasi pengaruh peralatan utama sistem distribusi tenaga listrik terhadap keandalan sistem dengan metode fmea (failure mode and effect analysis).
Sumber: www.repository.petra.ac.id/9500/ Tanzil, J. 2010. FMEA-Registered Public Accountant and Management Consultantan. Sumber: www.jtanzilco.com

Mengenai Saya

Foto saya
Cilegon - Sidikalang, Banten - SUMUT, Indonesia
Special man.